Assalamu'alaikum,,Selamat datang di tulisan sederhana ini, tulisan yang dibuat oleh seorang mahasiswi yang skrg sedang menimba ilmu di Universitas indonesia, saat ini sedang mengikuti Tugas akhir, mohon doa nya.. semoga temen2 bisa mengambil manfaat dari tulisan ini, amin

Thursday, June 19, 2008

Ketika Allah bilang tidak.......

Ketika manusia berdo'a, "Ya Allah ambillah kesombonganku dariku."
Allah berkata, "Tidak. Bukan Aku yang mengambil, tapi kau yang harus menyerahkannya."

Ketika manusia berdo'a, "Ya Allah sempurnakanlah kekurangan anakku yang cacat."
Allah berkata, "Tidak. Jiwanya telah sempurna, tubuhnya hanyalah sementara."

Ketika manusia berdo'a, "Ya Allah beri aku kesabaran."
Allah berkata, "Tidak. Kesabaran didapat dari ketabahan dalam
menghadapi cobaan, tidak diberikan, kau harus meraihnya sendiri."

Ketika manusia berdo'a, "Ya Allah beri aku kebahagiaan."
Allah berkata, "Tidak. Kuberi keberkahan, kebahagiaan tergantung
kepadamu sendiri untuk menghargai keberkahan itu."

Ketika manusia berdo'a, "Ya Allah jauhkan aku dari kesusahan."
Allah berkata, "Tidak. Penderitaan menjauhkanmu dari jerat duniawi dan mendekatkanmu pada-Ku."

Ketika manusia berdo'a, "Ya Allah beri aku segala hal yang menjadikan hidup ini nikmat." Allah berkata, "Tidak. Aku beri kau kehidupan supaya kau menikmati segala hal."

Ketika manusia berdo'a, "Ya Allah bantu aku MENCINTAI orang lain,
Sebesar cinta-Mu padaku. Allah berkata... "Akhirnya kau mengerti .!!"

Kadang kala kita berpikir bahwa Allah tidak adil, kita telah susah payah memanjatkan doa, meminta dan berusaha, pagi-siang-malam, tapi tak ada hasilnya. Kita mengharapkan diberi pekerjaan, puluhan - bahkan ratusan lamaran telah kita kirimkan tak ada jawaban sama sekali, sementara orang lain dengan mudahnya mendapatkan pekerjaan. Kita sudah bekerja keras dalam pekerjaan mengharapkan jabatan, tapi justru orang lain yang mendapatkannya - tanpa susah payah.

Kita mengharapkan diberi pasangan hidup yang baik dan sesuai, berakhir dengan penolakkan dan kegagalan, orang lain dengan mudah bergante pasangan. Kita menginginkan harta yang berkecukupan, namun kebutuhanlah yang terus meningkat. Coba kita bayangkan diri kita seperti anak kecil yang sedang demam dan pilek lalu kita melihat tukang es. Kita yang sedang panas badannya merasa haus dan merasa dengan minum es dapat mengobati rasa demam (maklum anak kecil).. Lalu kita meminta pada orang tua kita (seperti kita berdoa memohon pada Allah) dan merengek agar dibelikan es. Orangtua kita tentu lebih tahu kalau es dapat memperparah penyakit kita. Tentu dengan segala dalih kita tidak dibelikan es. Orangtua kita tentu ingin kita sembuh dulu baru boleh minum es yang lezat itu. Begitu pula dengan Allah, segala yang kita minta Allah tahu apa yang paling baik bagi kita.

Mungkin tidak sekarang, atau tidak di dunia ini Allah mengabulkannya. (milist sebelah lho)

Thursday, June 5, 2008

PAsca UAS

Assalamu'alaikum blog

Alhamdulllah, minggu2 menegankan telah terlewatkan,

hmm, kini hanya bisa bertawaqal pada Nya,,

Liburan harus borong semua bacaan, waaaaa...pengen refresing nih...
wah,donloat2 enak tu,
oya kemrn sempat baca milis....
nih dia,

IJINKAN AKU CUTI DARI DAKWAH INI

Jalanan ibukota masih saja ramai hingga larut malam ini, dengan
kendaraan yang terus berlalu lalang, juga dengan kehidupan
manusia-manusia malam yang seakan tidak akan pernah mati. Namun kini
hatiku tak seramai jalanan di kota ini. Sunyi… Itulah yang sedang
kurasakan. Bergelut dengan aktifitas dakwah yang menyita banyak
perhatian, baik tenaga, harta, waktu dan sebagainya, seakan menempa
diriku untuk terus belajar menjadi mujahid tangguh. Tapi kini, hatiku
sedang dirundung kegalauan. Galau akan saudara-saudaraku dalam barisan
dakwah yang katanya amanah, komitmen, bersungguh-sungguh namun seakan
semua itu hanyalah teori-teori dalam pertemuan mingguan. Hanya
dibahas, ditanya-jawabkan untuk kemudian disimpan dalam catatan kecil
atau buku agenda yang sudah lusuh hingga pekan depan mempertemukan
mereka lagi, tanpa ada amal perbaikan yang lebih baik. Ya… mungkin itu
yang ada dibenakku saat ini tentang su'udzhan-ku terhadap mereka,
setelah seribu satu alasan untuk berhusnudzhan.

Kini kutermenung kembali akan hakikat dakwah ini. Sebenarnya apa yang
kita cari dari dakwah? Dimanakah yang dinamakan konsep amal jama'i
yang sering diceritakan indah? Apakah itu hanya pemanis cerita tentang
dakwah belaka? Apakah ini yang disebut ukhuwah? Sering terlontarkannya
kata-kata "afwan akh, ana gak bisa bantu banyak…" atau sms yang
berbunyi "afwan akh, ana gak bisa datang untuk syuro malam ini…" atau
kata-kata berawalan "afwan akh…" lainnya dengan seribu satu alasan
yang membuat seorang akh tidak bisa hadir untuk sekedar merencanakan
strategi-strategi dakwah kedepannya. Kalau memang seperti itu hakikat
dakwah maka cukup sudah "Izinkan aku untuk cuti dari dakwah ini",
mungkin untuk seminggu, sebulan, setahun atau bahkan selamanya. Lebih
baik aku konsenstrasi dengan studiku yang kini sedang berantakan, atau
dengan impian-impianku yang belum terpenuhi, atau… dengan lebih
memperhatikan ayah dan ibuku yang sudah semakin tua, toh tanpa aku pun
dakwah tetap berjalan, bukan???

Sahabat-sahabatku… . Memang dalam dunia dakwah yang sedang kita geluti
seperti sekarang ini, tidak jarang kita mengalami konflik atau
permasalahan- permasalahan. Dari sekian permasalahan tersebut
terkadang ada konflik-konflik yang timbul di kalangan internal aktivis
dakwah sendiri. Pernah suatu ketika dalam aktivitas sebuah barisan
dakwah, ada seorang ikhwan yang mengutarakan sakit hatinya terhadap
saudaranya yang tidak amanah dengan tugas dan tanggungjawab dakwahnya.
Di lain waktu di sebuah lembaga dakwah kampus, seorang akhwat "minta
cuti" lantaran sakit hatinya terhadap akhwat lain yang sering kali
dengan seenaknya berlagak layaknya seorang bos dalam berdakwah.
Pernah pula suatu waktu seorang kawan bercerita tentang seorang ikhwan
yang terdzalimi oleh saudara-saudaranya sesama aktifis dakwah. Sebuah
kisah nyata yang tak pantas untuk terulang namun penuh hikmah untuk
diceritakan agar menjadi pelajaran bagi kita. Ceritanya, di akhir masa
kuliahnya sebut saja si X (ikhwan yang terdzalimi) hanya mampu
menyelesaikan studinya dalam waktu yang terlalu lama, enam tahun.
Sedangkan di lain sisi, teman-temannya sesama (yang katanya) aktifis
dakwah lulus dalam waktu empat tahun. Singkat cerita, ketika si X
ditanya mengapa ia hanya mampu lulus dalam waktu enam tahun sedangkan
teman-temannya lulus dalam waktu empat tahun? Apa yang ia jawab? Ia
menjawab "Aku lulus dalam waktu enam tahun karena aku harus bolos
kuliah untuk mengerjakan tugas-tugas dakwah yang seharusnya dikerjakan
oleh saudara-saudaraku yang lulus dalam waktu empat tahun."
Subhanallah… di satu sisi kita merasa bangga dengan si X, dengan
militansinya yang tinggi beliau rela untuk bolos dan mengulang mata
kuliah demi terlaksananya roda dakwah agar terus berputar dengan
mengakumulasikan tugas-tugas dakwah yang seharusnya dikerjakan
teman-temannya. Namun di sisi lain kita pun merasa sedih… sedih dengan
kader-kader dakwah (saudara-saudaranya Si X) yang dengan berbagai
macam alasan duniawi rela meninggalkan tugas-tugas dakwah yang
seharusnya mereka kerjakan.
Sahabat…. Semoga kisah tersebut tidak terulang kembali di masa kita
dan masa setelah kita, cukuplah menjadi sebuah pelajaran berharga….
Semoga kisah tersebut membuat kita sadar, bahwa setiap aktifitas yang
di dalamnya terdapat interaksi antar manusia, termasuk dakwah, kita
tiada akan bisa mengelakkan diri dari komunikasi hati. Ya, setiap
aktifis dakwah adalah manusia-manusia yang memiliki hati yang tentu
saja berbeda-beda. Ada aktifis yang hatinya kuat dengan berbagai macam
tingkah laku aktifis lain yang dihadapkan kepadanya. Tapi jangan pula
kita lupa bahwa tidak sedikit aktifis-aktifis yang tiada memiliki
ketahanan tinggi dalam menghadapi tingkah polah aktifis dakwah lain
yang kadang memang sarat dengan kekecewaan-kekecewa an yang sering
kali berbuah pada timbulnya sakit hati. Dan kesemuanya itu adalah
sebuah kewajaran sekaligus realita yang harus kita pahami dan kita terima.
Namun apakah engkau tahu wahai sahabat-sahabatku? Tahukah engkau bahwa
seringkali kita melupakan hal itu? Seringkali kita memukul rata
perlakuan kita kepada sahabat-sahabat kita sesama aktifis dakwah,
dengan diri kita sebagai parameternya. Begitu mudahnya kita
melontarkan kata-kata "afwan", "maaf" atau kata-kata manis lainnya
atas kelalaian-kelalaian yang kita lakukan, tanpa dibarengi dengan
kesadaran bahwa sangat mungkin kelalaian yang kita lakukan itu
ternyata menyakiti hati saudara kita. Dan bahkan sebagai pembenaran
kita tambahkan alasan bahwa kita hanyalah manusia biasa yang juga
dapat melakukan kekeliruan. Banyak orang bilang bahwa kata-kata
"afwan", "maaf" dan sebagainya akan sangat tak ada artinya dan akan
sia-sia jika kita terus-menerus mengulangi kesalahan yang sama.
Wahai sahabat-sahabatku… memang benar bahwasanya aktifis dakwah
hanyalah manusia biasa, bukan malaikat, sehingga tidak luput dari
kelalaian, kesalahan dan lupa. Tapi di saat yang sama sadarkah kita
bahwa kita sedang menghadapi sosok yang juga manusia biasa? bukan
superman, bukan pula malaikat yang bisa menerima perlakuan seenaknya.
Sepertinya adalah sikap yang naif ketika kesadaran bahwa aktifis
dakwah hanyalah manusia biasa, hanya ditempelkan pada diri kita
sendiri. Seharusnya kesadaran bahwa aktifis dakwah adalah manusia
biasa itu kita tujukan juga pada saudara kita sesama aktivis dakwah,
bukan cuma kepada kita sendiri. Dengan begitu kita tidak bisa dengan
seenaknya berbuat sesuatu yang dapat mengecewakan, membuat sakit hati,
yang bisa jadi merupakan sebuah kezhaliman kepada saudara-saudara kita.
Sahabat…adalah bijaksana bila kita selalu menempatkan diri kita pada
diri orang lain dalam melakukan sesuatu, bukan sebaliknya. Sehingga
semisal kita terlambat atau tidak bisa datang dalam sebuah aktivitas
dakwah atau melakukan kelalaian yang lain, bukan hanya kata "afwan"
yang terlontar dan pembenaran bahwa kita manusia biasa yang bisa
terlambat atau lalai yang kita tujukan untuk saudara kita. Tapi
sebaliknya kita harus dapat merasakan bagaimana seandainya kita yang
menunggu keterlambatan itu? Atau bagaimana rasanya berjuang sendirian
tanpa ada bantuan dari saudara-saudara kita? Sehingga dikemudian hari
kita tidak lagi menyakiti hati bahkan menzhalimi saudara-saudara kita.
Sehingga kata-kata "Akhi… ukhti… Izinkan aku cuti dari dakwah ini"
tidak terlontar dari mulut saudara-saudara kita sesama aktifis dakwah.
Semoga…(dari milis sebelah)


mungkin dari tulisan di atas dapat saya tambahkan, tidak hanya masalah itui saja
yang terjadi dalam suatu organisai dakwah , namun konfliks internal juga menyebabkan
para dai mundur satu2 dari "medan dakwah", misalnya antar dai, yaitu
kurangnya soliditas, kita misalkan antar anggota merasa ga nyaman dgn yang lainnya , ini sebabkan karena kurangnya pengakaran rasa kebersamaan , mungkin saya bercerita diri saya sendiri , karena saya merasakan hal itu, internalnya saja itu bgt ga solid,
ingat pesan teman: " proker itu ga terlalu penting, yg paling ptg adalah bagaimana keinternalannya , jika internalnya bagus maka otomatis seberat apapun tuh proker akan berjalan dgn baiik"

bener juga pepatahnya "amanah semakin banyak , tp waktu yg di miliki sgt sedikit"
hmm, aku sgt merasakan hal itu